Kritik dan Esai Sastra "Sajak Palsu" karya Agus R. Sarjono
Puisi Agus R. Sarjono
Sajak Palsu
Selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak
sekolah
dengan sapaan palsu. Lalu merekapun belajar
sejarah palsu dari buku-buku palsu. Di akhir sekolah
mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka
yang palsu. Karena tak cukup nilai, maka berdatanganlah
mereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guru
untuk menyerahkan amplop berisi perhatian
dan rasa hormat palsu. Sambil tersipu palsu
dan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru
dan bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu
untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan
nilai-nilai palsu yang baru. Masa sekolah
demi masa sekolah berlalu, merekapun lahir
sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu,
ahli pertanian palsu, insinyur palsu.
Sebagian menjadi guru, ilmuwan
atau seniman palsu. Dengan gairah tinggi
mereka menghambur ke tengah pembangunan palsu
dengan ekonomi palsu sebagai panglima
palsu. Mereka saksikan
ramainya perniagaan palsu dengan ekspor
dan impor palsu yang mengirim dan mendatangkan
berbagai barang kelontong kualitas palsu.
Dan bank-bank palsu dengan giat menawarkan bonus
dan hadiah-hadiah palsu tapi diam-diam meminjam juga
pinjaman dengan ijin dan surat palsu kepada bank negeri
yang dijaga pejabat-pejabat palsu. Masyarakatpun berniaga
dengan uang palsu yang dijamin devisa palsu. Maka
uang-uang asing menggertak dengan kurs palsu
sehingga semua blingsatan dan terperosok krisis
yang meruntuhkan pemerintahan palsu ke dalam
nasib buruk palsu. Lalu orang-orang palsu
meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan
gagasan-gagasan palsu di tengah seminar
dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya
demokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring
dan palsu.
1998
Kritik dan Esai
Puisi Agus R. Sarjono yang
berjudul Sajak Palsu
Agus R. Sarjono dikenal sebagai penyair, cerpenis, dan
esais. Ia lahir di Bandung, 27 Juli 1962. Agus R. Sarjono bersama istri dan dua
anaknya kini tinggal di kawasan Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Pendidikan
formalnya diselesaikan di IKIP Bandung (S1) pada studi Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia; dan Kajian Sastra, Fakultas Ilmu Budaya, UI untuk
S-2-nya.Semasa mahasiswa ia aktif di Unit Pers Mahasiswa IKIP Bandung sebagai
ketua (1987-1989). Agus adalah salah seorang Ketua DPH Dewan Kesenian Jakarta
(DKJ) periode 2003-2006. Sebelumnya ia adalah Ketua Komite Sastra DKJ periode
1998-2001. Sehari-hari, ia bekerja sebagai pengajar di Jurusan Teater Sekolah
Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung serta menjadi redaktur majalah Sastra
Horison.
Puisi Sajak Palsu merupakan sebuah kritik terhadap sosil
atau masyarakat sekitar khususnya di lingkungan sekolah tentang kebohongan. Seperti
dalam bait puisi di bawah ini :
Selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolah
dengan sapaan palsu. Lalu merekapun belajar
sejarah palsu dari buku-buku palsu. Di akhir sekolah
mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka
yang palsu. Karena tak cukup nilai, maka berdatanganlah
mereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guru
untuk menyerahkan amplop berisi perhatian
dan rasa hormat palsu.
Bait puisi diatas memiliki makna
tentang suatu kebohongan yang sering terjdi di berbagai kalangan, khususnya di
lingkungan pendidikan. Permasalahan yang diangkat dalah tentang suatu kepalsuan
atau kebohongan dalam dunia pendidikan bahwa banyak terjadi kebohongan baik
tentang materi atau nilai sehingga para guru pun mendapatkan uang agar
nilai-nilai muridnya bisa diangkat sehingga mendapatkan nilai bagus dari
penyogokan.
Sambil tersipu palsu
dan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru
dan bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu
untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan
nilai-nilai palsu yang baru. Masa sekolah
demi masa sekolah berlalu, merekapun lahir
sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu,
ahli pertanian palsu, insinyur palsu.
Sebagian menjadi guru, ilmuwan
atau seniman palsu. Dengan gairah tinggi
mereka menghambur ke tengah pembangunan palsu
dengan ekonomi palsu sebagai panglima
palsu.
Bait puisi diatas menceritakan
tentang para guru yang dengan mudah menerima uang dari para murid agar
membenahi nilai mereka yang jelek. Kebudayaan seperti ini yang membuat generasi
muda menjadi dekat dengan tindak pidana korupsi maka tidak heran ketika
anak-anak tersebut ketika menjadi pejabat melakukan korupsi karena hal itu
sudah terbiasa di lingkungan sekolah mereka.
Mereka saksikan
ramainya perniagaan palsu dengan ekspor
dan impor palsu yang mengirim dan mendatangkan
berbagai barang kelontong kualitas palsu.
Dan bank-bank palsu dengan giat menawarkan bonus
dan hadiah-hadiah palsu tapi diam-diam meminjam juga
pinjaman dengan ijin dan surat palsu kepada bank negeri
yang dijaga pejabat-pejabat palsu. Masyarakatpun berniaga
dengan uang palsu yang dijamin devisa palsu. Maka
uang-uang asing menggertak dengan kurs palsu
sehingga semua blingsatan dan terperosok krisis
yang meruntuhkan pemerintahan palsu ke dalam
nasib buruk palsu.
Bait puisi diatas menggambarkan tentang
sebuah kegiatan ekonomi yang palsu baik jual beli kelas bawah maupun kelas
atas. Berbagai perusahaan bahkan menjadi sarana tempat yang paling utama dalam
membuat kebohongan palsu tentang berbagai kepalsuan yang ada. Baik berupa
barang, saham, atau tentang surat-surat palsu yang dijadikan sebgai lahan
bisnis.
Lalu orang-orang palsu
meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan
gagasan-gagasan palsu di tengah seminar
dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya
demokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring
dan palsu.
Bait
puisi diatas menggambarkan tentang sebuah kebahagiaan yang palsu yang selama
ini dirasakan oleh masyarakat bahwa gagasan atau pendapat palsu yang
dikemukakan di berbagai forum diskusi hanyalah sebuah bualan sehingga demokrasi
rakyat di negara hanya menjadi kepalsuan untuk meraih kekuasaan.
Komentar
Posting Komentar