Kritik dan Esai Puisi “Idul Fitri” Karya Sutardji Calzoum Bachri



 Kritik dan Esai Puisi “Idul Fitri” Karya Sutardji Calzoum Bachri

     Puisi ini adalah karya Sutardji Calzoum Bachri. Beliau dilahirkan di Renggat, Indragiri Hulu pada tanggal 24 Juni 1941. Sutardji Calzoum Bachri emiliki banyak karya sastra yang sudah diterbitkan di berbagai media cetak. Salah satu puisi beliau adalah berjudul Idul Fitri.

Dalam larik berikut,

Lihat

Pedang tobat ini menebas-nebas hati

Dari masa lampau yang lalai dan sia

Telah kulaksanakan puasa ramadhanku,

Telah kutegakkan shalat malam

Telah kuuntaikan wirid tiap malam dan siang

Telah kuhamparkan sajadah

Yang tak hanya nuju Ka’bah

Tapi ikhlas mencapai hati dan darah

Dan di malam-malam Lailatul Qadar akupun menunggu

Namun tak bersua Jibril atau malaikat lainnya

Maka aku girang-girangkan hatiku

     Larik diatas menunjukkan suasana bulan suci ramadhan, Pada bulan itu umat islam berlomba-lomba dalam beribadah terutama qiyamul lail untuk menhidupkan ibadah di malam hari. Pada malam hari umat islam banyak yang memohon ampun kepada Allah Swt. Bulan suci Ramadhan merupakan Bulan yang penuh ampunan dan sangat sepsial di hati umat islam, karena ada satu malam yang bernama malam Lailatul Qadar yang merupakan malam paling dinantikan karena malam itu adalah malam yang lebih baik dari seribu bulan. Malam Lailatul Qadar adalah kebahagiaan puncak yang dirasakan seorang muslim apabila menemuinya. Malam itu malaikat turun untuk mencatat kebaikan setiap hamba yang beribadah kepada Allah Swt.

 

Kemudian dalam larik berikut,

Aku bilang:

Tardji rindu yang kau wudhukkan setiap malam

Belumlah cukup untuk menggerakkan Dia datang

Namun si bandel Tardji ini sekali merindu

Takkan pernah melupa

Takkan kulupa janji-Nya

Bagi yang merindu insya Allah kan ada mustajab Cinta

Maka walau tak jumpa denganNya

Shalat dan zikir yang telah membasuh jiwaku ini

Semakin mendekatkan aku padaNya

Dan semakin dekat

Semakin terasa kesia-siaan pada usia lama yang lalai berlupa

     Pada larik diatas Sutardji menggambarkan seorang Sutardji yang focus beribadah pada malam bulan ramadhan, bulan romadhon merupakan suatu momentum untuk terus mendekatkan diri kepada Allah Swt. Pesan yang tersirat dalam bait diatas adalah jangan sampai menyia-nyiakan bulan suci ramadhan karena bulan tersbut adalah bulan ampunan.

 

Dalam larik berikut,

O lihat Tuhan, kini si bekas pemabuk ini

Ngebut

Di jalan lurus

Jangan Kau depakkan lagi aku ke trotoir

Tempat usia lalaiku menenggak arak di warung dunia

Kini biarkan aku meneggak marak CahayaMu

Di ujung sisa usia

O usia lalai yang berkepanjangan

Yang menyebabkan aku kini ngebut di jalan lurus

Tuhan jangan Kau depakkan aku lagi ke trotoir

Tempat aku dulu menenggak arak di warung dunia

       Dalam larik di atas menunjukkan sutardji yang terus memohon ampun kepada Allah Swt karena bulan suci ramadhan merupakan bulan yang penuh ampunan, Sttardji terus memohon ampun dan menyesali dosa-dosa yang pernah dibuat selama ini dan berharap Allah Swt mengampuninya.

 

 

 

Dalam larik berikut,

Maka pagi ini

Kukenakan zirah lailahaillAllah

Aku pakai sepatu sirathalmustaqim

Aku pun lurus menuju lapangan tempat shalat Id

Aku bawa masjid dalam diriku

Kuhamparkan di lapangan

Kutegakkan shalat

Dan kurayakan kelahiran kembali

Di sana

 

Dalam larik diatas menggambarkan suasana kebahagiaan di Hari Raya Idul Fitri. Pada hari itu semua ummat islam bergembira dan bersuka cita. Hari itu merupakan hari manusia tanpa dosa seperti bayi yang baru lahir dari Rahim ibunya, suci tidak berdosa. Hari itu sesame manusia saling memaafkan dan mengikhlaskan segala kesalahan yang selama ini telah diperbuat.

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kritik Sastra puisi-puisi karya Mashuri yang berjudul "Hantu Kolam", "Hantu Musim" dan "Hantu Dermaga"

KRITIK SASTRA : TAHI LALAT

Kritik dan Esai Cerpen “Sulastri dan Empat Lelaki” Karya M. Shoim Anwar