Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2021

Kritik dan Esai Sastra "Sajak Palsu" karya Agus R. Sarjono

Gambar
  Puisi Agus R. Sarjono                 Sajak Palsu Selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolah dengan sapaan palsu. Lalu merekapun belajar sejarah palsu dari buku-buku palsu. Di  akhir sekolah mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka yang palsu. Karena tak cukup nilai, maka berdatanganlah mereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guru untuk menyerahkan amplop berisi perhatian dan rasa hormat palsu. Sambil tersipu palsu dan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru dan bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan nilai-nilai palsu yang baru. Masa sekolah demi masa sekolah berlalu, merekapun lahir sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu, ahli pertanian palsu, insinyur palsu. Sebagian menjadi guru, ilmuwan atau seniman palsu. Dengan gairah tinggi mereka  menghambur ke tengah pembangunan palsu dengan ekonomi palsu sebagai panglima palsu. Mereka saksikan ramainya perniagaan palsu dengan ekspor

Kritik Sastra " Puisi Wiji Tukul "

Gambar
  PERINGATAN Jika rakyat pergi Ketika penguasa pidato Kita harus hati-hati Barangkali mereka putus asa Kalau rakyat bersembunyi Dan berbisik-bisik Ketika membicarakan masalahnya sendiri Penguasa harus waspada dan belajar mendengar Bila rakyat berani mengeluh Itu artinya sudah gasat Dan bila omongan penguasa Tidak boleh dibantah Kebenaran pasti terancam Apabila usul ditolak tanpa ditimbang Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan Dituduh subversif dan mengganggu keamanan Maka hanya ada satu kata: lawan!   Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu Apa guna punya ilmu Kalau hanya untuk mengibuli Apa gunanya banyak baca buku Kalau mulut kau bungkam melulu Di mana-mana moncong senjata Berdiri gagah Kongkalikong Dengan kaum cukong Di desa-desa Rakyat dipaksa Menjual tanah Tapi, tapi, tapi, tapi Dengan harga murah Apa guna banyak baca buku Kalau mulut kau bungkam melulu   Kritik dan Esai Puisi “Peringatan” dan “Di Bawah Selimu

Kritik dan Esai Puisi “Idul Fitri” Karya Sutardji Calzoum Bachri

Gambar
  Kritik dan Esai Puisi “Idul Fitri” Karya Sutardji Calzoum Bachri      Puisi ini adalah karya Sutardji Calzoum Bachri. Beliau dilahirkan di Renggat, Indragiri Hulu pada tanggal 24 Juni 1941. Sutardji Calzoum Bachri emiliki banyak karya sastra yang sudah diterbitkan di berbagai media cetak. Salah satu puisi beliau adalah berjudul Idul Fitri. Dalam larik berikut, Lihat Pedang tobat ini menebas-nebas hati Dari masa lampau yang lalai dan sia Telah kulaksanakan puasa ramadhanku, Telah kutegakkan shalat malam Telah kuuntaikan wirid tiap malam dan siang Telah kuhamparkan sajadah Yang tak hanya nuju Ka’bah Tapi ikhlas mencapai hati dan darah Dan di malam-malam Lailatul Qadar akupun menunggu Namun tak bersua Jibril atau malaikat lainnya Maka aku girang-girangkan hatiku      Larik diatas menunjukkan suasana bulan suci ramadhan, Pada bulan itu umat islam berlomba-lomba dalam beribadah terutama qiyamul lail untuk menhidupkan ibadah di malam hari. Pada malam hari umat

Kritik Sastra puisi-puisi karya Mashuri yang berjudul "Hantu Kolam", "Hantu Musim" dan "Hantu Dermaga"

Puisi 1 Hantu Kolam   : plung!   Di gigir kolam Serupa serdadu lari dari perang Tampangku membayang rumpang   Mataku berenang Bersama ikan-ikan, jidatku terperangkap Koral di dasar yang separuh hitam Dan gelap Tak ada kecipak yang bangkitkan getar Dada, menapak jejak luka yang sama Di medan lama   Segalangnya dingin, serupa musim yang dicerai Matahari Aku terkubur sendiri di bawah timbunan Rembulan Segalanya tertemali sunyi Mungkin…   “plung!”   Aku pernah mendengar suara itu Tapi terlalu purba untuk dikenang sebagai batu Yang jatuh Kerna kini kolam tak beriak Aku hanya melihat wajah sendiri, berserak   Banyuwangi, 2012-12-03     Puisi 2 Hantu Musim Aku hanya musim yang dikirim rebah hutan Kenangan – memungut berbuah, dedaunan, juga Unggas – yang pernah mampir di pinggir semi Semarakkan jamuan, yang kelak kita sebut Pertemuan awal, meski kita tahu, tetap mata Itu tak lebih hanya mengenal kembali peta