Kritik Sastra "Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah"
“Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah”
Ulama Abiyasa adalah guru yang mulia
panutan para kawula dari awal kisah
ia adalah cagak yang tegak
tak pernah silau oleh gebyar dunia
tak pernah ngiler oleh umpan penguasa
tak pernah ngesot ke istana untuk meminta jatah
tak pernah gentar oleh gertak sejuta tombak
tak pernah terpana oleh singgasana raja-raja
Ulama Abiyasa merengkuh teguh hati dan lidah
marwah digenggam hingga ke dada
tuturnya indah menyemaikan aroma bunga
senyumnya merasuk hingga ke sukma
langkahnya menjadi panutan bijaksana
kehormatan ditegakkan tanpa sebiji senjata
Ulama Abiyasa bertitah
para raja dan penguasa bertekuk hormat padanya
tak ada yang berani datang minta dukungan jadi penguasa
menjadikannya sebagai pengumpul suara
atau didudukkan di kursi untuk dipajang di depan massa
diberi pakaian dan penutup kepala berharga murah
agar tampak sebagai barisan ulama
Ulama Abiyasa tak membutuhkan itu semua
datanglah jika ingin menghaturkan sembah
semua diterima dengan senyum mempesona
jangan minta diplintirkan ayat-ayat asal kena
sebab ia lurus apa adanya
mintalah arah dan jalan sebagai amanah
bukan untuk ditembangkan sebagai bunga kata-kata
tapi dilaksanakan sepenuh langkah
Penghujung Desember 2020
Desember 2020
Dalam bait di bawah ini menggambarkan seorang guru atau ulama yang memiliki kemuliaan dan derajat tinggi, Ulama ini tangguh terhadap keyakinannya bahwa Ulama harus menjadi panutan dan tegak di sisi kebenaran, tidak boleh mengemis atau meminta jatah kepada sang penguasa sehingga Ulama yang demikian dibutuhkan agar tetap menjadi seorang panutan dan tidak tergabung dalam kekuasaan.
Ulama Abiyasa adalah guru yang mulia
panutan para kawula dari awal kisah
ia adalah cagak yang tegak
tak pernah silau oleh gebyar dunia
tak pernah ngiler oleh umpan penguasa
tak pernah ngesot ke istana untuk meminta jatah
tak pernah gentar oleh gertak sejuta tombak
tak pernah terpana oleh singgasana raja-raja
- Dalam bait di bawah ini menggambarkan keteguhan hati seorang ulama yang tetap pada pendiriannya bahwa sekalipun ditawari oleh sebuah jabatan atau uang Ulama ini tetap berada pada jalur Ulama semestinya, yaitu berada di tengah-tengah antara rakyat dan penguasa bahkan mungkin Ulama ini diancam dan ditekan makan Ulama ini tetap pada pendiriannya.
- Ulama Abiyasa merengkuh teguh hati dan lidah
marwah digenggam hingga ke dada
tuturnya indah menyemaikan aroma bunga
senyumnya merasuk hingga ke sukma
langkahnya menjadi panutan bijaksana
kehormatan ditegakkan tanpa sebiji senjata
Dalam bait puisi di bawah ini menjadi pembuktian bahwa seharusnya Ulama memang dihormati dan sang penguasa mentaati ajaran yang disampaikannya, ketika meminta nasehat maka datanglah ke seorang ulama bukan Ulama yang datang ke penguasa, bahwa Ulama Abiyasa memang menjadi panutan dalam kehidupan nya bernegara dan mengatur jalannya kerajaan.
Ulama Abiyasa bertitah
para raja dan penguasa bertekuk hormat padanya
tak ada yang berani datang minta dukungan jadi penguasa
menjadikannya sebagai pengumpul suara
atau didudukkan di kursi untuk dipajang di depan massa
diberi pakaian dan penutup kepala berharga murah
agar tampak sebagai barisan ulama
Ulama Abiyasa tak membutuhkan itu semua
datanglah jika ingin menghaturkan sembah
semua diterima dengan senyum mempesona
jangan minta diplintirkan ayat-ayat asal kena
sebab ia lurus apa adanya
mintalah arah dan jalan sebagai amanah
bukan untuk ditembangkan sebagai bunga kata-kata
tapi dilaksanakan sepenuh langkah
Komentar
Posting Komentar